(Minghui.org) Saya selalu merasa diri saya adalah orang yang sabar. Saat merasa frustrasi, saya menyalahkan keadaan. Jadi saya tidak pernah sadar bahwa saya tidak sabaran, dan perlu menyingkirkan sifat ini.

Baru-baru ini saya bepergian bersama praktisi bernama Jing. Orang biasa dan praktisi lain mengeluh dia lamban dan selalu pelan-pelan.

Malam sebelum keberangkatan kami, saya sudah mengonfirmasi tempat dan waktu temu, dan Jing sudah mengetahui pesan saya. Saya lalu selesai mengepak barang dan pergi tidur.

Keesokan harinya saya tiba di halte antar-jemput bandara sebelum fajar. Jing tidak ada di sana. Bus antar-jemput hendak pergi; haruskan saya menunggunya? Nomor ponselnya tertinggal di rumah, dan saya tidak ingin mengganggu orang lain yang masih tidur dan menanyakan nomor telepon Jing. Saya menggerutu: “Bisakah kamu menepati janji?” Saya merasa perlu memberinya pelajaran. Saya tidak menunggunya dan memasuki bus seperti rencana.

Saya pikir bila Jing tidak melihat saya, dia akan tahu bahwa saya sudah pergi. Dia bisa menggunakan uang untuk taksi, yang lebih cepat, agar tiba di bandara tepat waktu. Saya merasa ini adalah hukuman baginya karena tidak datang tepat waktu. Saya menggerutu, “Dia bahkan terlambat sebelum kami pergi. Bagaimana dengan nanti di sisa perjalanan kami?”

Saat kami bertemu di bandara, Jing langsung meminta maaf, “Saya bangun awal, namun karena mengepak terlalu banyak barang, butuh waktu lebih dari 10 menit untuk menutup koper, jadi saya terlambat. Saat saya tidak melihat anda, saya rasa anda sudah pergi… jadi saya menaiki bus kedua.

Saya berpikir, “Bisakah anda membawa barang lebih sedikit?” Namun saya mengingatkan diri bahwa saya adalah seorang praktisi jadi saya tidak mengatakan apapun.

Sepanjang perjalanan, kami tidak pernah tepat waktu untuk kegiatan yang kami rencanakan. Entah saya menunggu Jing mengepak barang atau menunggunya selesai bekerja di komputernya.

Tidak ingin memengaruhi pekerjaan Jing dan spirit kami keseluruhan, saya menyimpan keluhan di dalam hati. Suatu hari, dia sibuk mengerjakan sesuatu di komputer sehingga kami baru pergi dari hotel di siang hari.

Jing bekerja sepanjang malam selama dua hari. Saya bisa melihat dia pasti lelah. Saat dia bekerja, saya menggunakan kesempatan untuk belajar Fa.

Setelah belajar Fa, saya berbicara pada diri sendiri. “Mengapa saya sangat tidak sabaran? Karena sudah menyetujui waktu yang ditentukan, kita harus menepati janji, itu adalah salah satu bentuk dari Sejati. Namun, dia ingkar janji berulang kali. Bukan, itu bukan alasan ketidaksabaran saya, itu bukan akar masalahnya. Lalu apa? Apakah karena Jing melakukan semua hal dengan lambat? Bukan. Itu karena bila kami memulai hari sesuai rencana, saya akan memiliki lebih banyak waktu untuk melakukan apa yang ingin saya lakukan, seperti jalan-jalan, berbelanja, dan seterusnya.

“Saya tidak memikirkan tentang Jing, pikiran saya hanya berisi rencana perjalanan saya. Betapa egoisnya! Bukankah sedikit bermain dan sedikit berbelanja adalah hal yang saya perlukan untuk mengurangi rasa keinginan saya? Ini justru adalah hal yang bagus! Saya harus membiarkan semua berjalan secara alami, dan menggunakan sifat Jing yang tidak tergesa-gesa untuk mengungkap keterikatan yang sebelumnya tidak saya sadari.”

Hati saya langsung terbuka. Saya berterima kasih kepada Guru karena membuat saya melihat keegoisan di balik ketidaksabaran saya.

Saya bersantai dan tidak lagi merasa terganggu di sisa perjalanan kami. Saya tidak lagi terganggu oleh Jing. Saya membiarkannya menggunakan waktu yang dia butuhkan. Terkadang saya membantunya, namun kebanyakan saya membiarkannya menyelesaikan apa yang perlu dia lakukan sendiri. Meski itu berarti saya harus menunggu lebih lama, saya ingin dia menyadari bahwa dia memiliki sangat banyak barang yang bahkan tidak bisa dia tinggalkan. Dia juga perlu melihat keterikatannya dan menyingkirkannya.

Yang menakjubkan dari perjalanan ini adalah meski kami terus bergegas, kami selalu berhasil sampai di tempat yang seharusnya.

Saat melihat Jing mencoba sebisa mungkin menutup kopernya, saya melihat ke dalam diri untuk melihat hal apa yang perlu saya lepaskan.

Saat kami kembali ke rumah, Jing mengakui bahwa dia membawa terlalu banyak barang tidak penting, dan dia akan bepergian dengan lebih ringan di waktu berikutnya. Ibunya juga memberitahu Jing hal yang sama berulang kali, namun dia tidak mendengarkan. Jing kali ini menjadi sadar dan mengambil inisiatif untuk meningkat. Guru Li berbicara tentang, “Paksaan Tidak Bisa Mengubah Hati Manusia” (“Paksaan Tidak Bisa Mengubah Hati Manusia,” Petunjuk Penting untuk Gigih Maju II)

Saya menemukan bahwa keegoisan dalam diri saya juga harus disingkirkan. Saya juga senang untuk Jing, karena dia juga menemukan apa yang harus disingkirkan.

Terima kasih Guru! Terima kasih Jing!