Oleh Grup Minghui

Pertama kali dipublikasikan di tahun 2019

Hak Cipta © 2019 Minghui.org & Minghui Publishing Center Corporation

(Lanjutan dari Bagian 1)

Bab 1: Fasilitas Penahanan

Rezim komunis Tiongkok telah menggunakan penjara, kamp kerja paksa, pusat pencucian otak, dan fasilitas lainnya untuk menahan praktisi Falun Gong sejak melancarkan penindasan skala nasionalnya terhadap Falun Gong pada Juli 1999.

Setelah persidangan, penjara digunakan untuk memenjarakan praktisi Falun Gong yang divonis karena memegang teguh keyakinan mereka. Berdasarkan laporan dari Kementerian Kehakiman Tiongkok, pada 2012 terdapat 681 penjara di seluruh Tiongkok. Patut dicatat bahwa sistem peradilan Tiongkok bertindak sebagai ‘juru stempel’ dalam penganiayaan Falun Gong: Pengadilan hanya melaksanakan perintah tanpa pertimbangan hukum apa pun dalam persidangan sandiwara - sebelum menjatuhkan vonis yang telah ditetapkan sebelumnya.

Sistem kamp kerja paksa yang saat ini sudah ditutup (karena tekanan dunia internasional) mengizinkan pihak berwenang untuk menahan praktisi selama empat tahun tanpa harus melalui proses persidangan. Dalam laporan Dewan Hak Asasi Manusia PBB tahun 2009, delegasi Tiongkok menggambarkan “sistem pendidikan ulang melalui kerja” sebagai “sama seperti pelayanan masyarakat di negara lain” yang “diterapkan pada mereka yang melakukan kejahatan tetapi tidak dijatuhi hukuman pidana.” Laporan tersebut memperkirakan bahwa terdapat 320 kamp kerja paksa yang menahan 190.000 orang di seluruh negeri.

Fakta bahwa kamp kerja paksa menahan orang karena keyakinannya dan mereka yang tidak bersalah, membuat rezim Tiongkok menghadapi tekanan  sangat besar dari komunitas internasional dan terpaksa menutup sistem tersebut di akhir tahun 2013. Namun penahanan praktisi Falun Gong tidak berhenti, karena sejak itu rezim justru meningkatkan penggunaan pusat pencucian otak yang berada di luar kerangka hukum.

§1.1 Pusat Pencucian Otak1

Tepatnya, tidak ada fasilitas penahanan di Tiongkok yang secara eksplisit menamakan dirinya sebagai pusat pencucian otak; mereka secara resmi diberi nama “pusat pendidikan hukum” atau “pusat rehabilitasi narkoba.” Tidak seperti kamp kerja paksa (sistem hukuman administratif) dan penjara (sistem hukuman pidana formal), pusat pencucian otak tidak diwajibkan secara hukum untuk mengikuti prosedur hukum pidana maupun administratif apa pun. Kantor 610, sebuah lembaga di luar kerangka hukum yang dibentuk rezim pada 10 Juni 1999, khusus untuk menganiaya Falun Gong, mendirikan pusat-pusat pencucian otak di tahun 2001, dan semua tingkatan Kantor 610 di bawahnya - di seluruh Tiongkok juga mengikutinya.

Saat “pencucian otak” gagal menggoyahkan keyakinan praktisi Falun Gong, PKT menerapkan penyiksaan kejam, yang menimbulkan cedera/cacat fisik serta trauma mental yang tidak dapat disembuhkan bahkan telah merenggut nyawa banyak praktisi.

§§1.1.1 Bagian dari Sistem Penahanan Tiongkok yang Beragam dan di Luar Kerangka Hukum

Pencucian otak telah lama menjadi taktik yang digunakan PKT dalam upaya untuk mengubah pembangkang politik dan sekelompok warga yang dianggap mengancam kekuasaannya. Penganiayaan terhadap Falun Gong berfokus pada pencucian otak praktisi yang hidup dengan prinsip Sejati-Baik-Sabar (真善忍), demi memaksa praktisi melepaskan keyakinan mereka. Di bawah arahan Kantor 610, seluruh jenjang pemerintahan, komite lingkungan, bisnis, atau bahkan sekolah bisa mendirikan pusat pencucian otak di mana pun, baik di hotel maupun rumah pribadi sekalipun. Fasilitas penahanan formal seperti kantor polisi, pusat penahanan, kamp kerja paksa, dan penjara kerap memiliki pusat pencucian otaknya sendiri.

Sejak awal beroperasi, pusat pencucian otak ini sudah berada di luar kerangka hukum. Rezim mengklaim bahwa itu adalah semacam penahanan rumah. Namun, penahanan rumah harus disetujui oleh pengadilan, sedangkan tidak ada prosedur hukum maupun dokumentasi apa pun yang diperlukan untuk menahan seseorang di pusat pencucian otak.

Selain itu, petugas dan penjaga di fasilitas ini memiliki lebih banyak kewenangan dibandingkan petugas penegak hukum lazimnya. Mereka dapat menangkap, menahan, dan membebaskan praktisi secara semena-mena. Tidak ada pembatasan tentang berapa lama seseorang dapat ditahan. Mereka yang bertugas mengawasi kebutuhan dasar tahanan seperti berbicara, makan, tidur, dan akses toilet, sering kali mencabut hak dasar tahanan dengan sesuka hati. Praktisi bisa dipukuli, dicekok makan paksa, disetrum dengan tongkat listrik tanpa ampun.

Pusat pencucian otak eksis di seluruh Tiongkok, hampir di setiap kota dan kabupaten serta di banyak komunitas. Usia keberadaan mereka berkisar mulai beberapa hari hingga tahunan. Oleh karenanya sulit untuk memastikan jumlah sesungguhnya dari pusat pencucian otak ini, dan juga tidak ada pendataan resmi. Namun, Minghui.org telah mengumpulkan data sejumlah praktisi yang dikirim ke pusat pencucian otak.

Meskipun berada di luar sistem peradilan dan di luar kerangka hukum, pusat pencucian otak disokong pendanaan besar dari pemerintah. Banyak petugas penegak hukum, perusahaan, dan komunitas lingkungan diberikan insentif untuk mendirikan pusat pencucian otak mereka sendiri atau mengirim praktisi ke pusat pencucian otak yang telah ada. Jaringan luas pusat pencucian otak telah menjadi komponen penting dari sistem penahanan rezim Tiongkok untuk menganiaya praktisi Falun Gong. Bab ini mendiskusikan skala, kekejaman, dan dampaknya.

§§1.1.2 Jaringan yang Disokong Pendanaan Sangat Besar

Pencarian di situs Minghui.org sejak tahun 1999 hingga 2019 menampilkan 65.000 artikel/laporan dengan kata “pusat pencucian otak” muncul lebih dari 210.000 kali. Setelah mengesampingkan pusat-pusat pencucian otak yang lokasi persisnya tidak diketahui serta menggabungkan nama-nama yang dicatat berulang, kami memperkirakan setidaknya ada sekitar 3.640 fasilitas semacam itu di seluruh Tiongkok.

Pusat pencucian otak yang telah terkonfirmasi ini tersebar di 30 wilayah administratif tingkat provinsi, termasuk 26 provinsi dan 4 kota khusus yang dikelola langsung oleh pemerintah pusat (Beijing, Tianjin, Shanghai, dan Chongqing). Provinsi Hebei memiliki pusat pencucian otak terbanyak (439), diikuti oleh Shandong (383), Hubei (336), Sichuan (301), dan Jilin (272). Delapan wilayah administratif lainnya juga memiliki ratusan pusat pencucian otak, sementara 15 wilayah memiliki puluhan tempat serupa. Hanya Provinsi Qinghai dan Ningxia yang dilaporkan memiliki pusat pencucian otak kurang dari sepuluh.

Jumlah sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi, dikarenakan fasilitas ini bersifat rahasia dan adanya sensor informasi serta penganiayaan yang masih terjadi di Tiongkok. Terlebih lagi, setelah sistem kerja paksa dihapus di tahun 2013, banyak praktisi dipindahkan kembali ke penjara maupun pusat pencucian otak, baik yang sudah ada, maupun yang baru didirikan.

Sementara pusat pencucian otak diprakarsai oleh Kantor 610 berbagai tingkatan, mereka sebagian besar disokong oleh insentif uang dan sebagian didanai oleh uang yang diperoleh dari tempat bekerja praktisi maupun diperas dari keluarga praktisi. Pada 2014, Minghui memublikasikan laporan rinci mengenai skala pusat pencucian otak:

Kami memperkirakan selama 15 tahun terakhir, biaya yang dibebankan kepada perusahaan tempat bekerja praktisi diperkirakan 3,37 miliar yuan. Insentif dari pemerintah untuk tahanan yang “berhasil diubah pendiriannya” menghasilkan pendapatan sekitar 226 juta yuan. Ini adalah bonus dari alokasi anggaran pemerintah dengan total diperkirakan 1,18 miliar yuan didedikasikan untuk pembangunan dan renovasi fasilitas pencucian otak.

§§1.1.3 Taktik yang Digunakan untuk Meruntuhkan Keyakinan Praktisi

Sementara penjara dan kamp kerja paksa eksis sebelum penganiayaan Falun Gong, pusat pencucian otak adalah unik karena satu-satunya tujuan mereka adalah untuk memaksa praktisi melepaskan keyakinan mereka. Demi mencapai tujuan ini, pusat pencucian otak sering menggunakan taktik berikut:

› 1.1.3(a) Masa Penahanan yang Semena-mena

Karena tidak ada prosedur hukum yang harus diikuti untuk menahan seseorang di pusat pencucian otak, praktisi dapat ditahan hanya karena tidak melepaskan keyakinan mereka dan ditahan dalam waktu yang tidak pasti.

Li Xihui (wanita), mantan karyawan Stasiun Radio Sichuan, ditangkap di tahun 2006 dan ditahan di Pusat Pencucian Otak Xinjin Kota Chengdu, Provinsi Sichuan, selama tujuh tahun. Pihak berwenang kemudian memindahkannya ke Pusat Pencucian Otak Er’ehu Kota Ziyang di tahun 2013 dan terus mencoba mencuci otaknya. Tidak jelas apakah dia telah dibebaskan pada waktu penulisan.

Praktisi lainnya di Provinsi Guangdong, Xie Yu (wanita), 32, dibawa ke pusat pencucian otak pada Januari 2019, begitu dia selesai menjalankan masa hukuman dua tahun penjaranya karena menyebarkan materi informasi tentang Falun Gong. Pihak keluarga baru mengetahui bahwa pihak berwenang telah memutuskan untuk mengirimnya ke pusat pencucian otak karena dia masih menolak melepaskan keyakinannya saat masa hukuman penjaranya berakhir.

› 1.1.3(b) Tingkat Kerahasiaan Tinggi

Sifat di luar kerangka hukum dari pusat pencucian otak membuat operasi mereka sangat semena-mena dan rahasia. Misalnya, setelah sistem kamp kerja paksa dihapus pada 2013, banyak pusat pencucian otak di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, melepas semua tanda dan logo yang terlihat di fasilitas mereka untuk menghindari tanggung jawab dan agar sulit dilacak. Terkadang, beberapa fasilitas ditutup, sementara yang baru didirikan di tempat lain.

Seorang praktisi di Provinsi Hubei ditangkap pada Oktober 2018 karena tidak melepaskan keyakinannya. Setelah dia ditahan selama 15 hari, polisi membawanya ke rumah sakit jiwa selama lima hari sebelum memindahkannya ke pusat pencucian otak rahasia. Petugas menutupi kepalanya dengan tudung dan mengikat tangannya selama proses pemindahan sehingga dia tidak tahu ke mana dia dibawa.

Keluarganya akhirnya mengetahui keberadaannya dan pergi ke pusat pencucian otak untuk mencoba menemuinya. Sebelum mereka mendekati gerbang, mereka mendengar suara peringatan otomatis: “Jangan mendekat. Laser sedang diaktifkan.” Laser tiba-tiba menyorot mereka dari segala arah. Laser itu mengikuti mereka saat mereka bergerak, akhirnya memaksa mereka untuk pergi.

Pihak keluarga kemudian mendengar bahwa praktisi telah dipindahkan ke tempat lain, yang mereka temukan sebagai rumah yang telah ditinggalkan tanpa tanda atau nomor di pintu. Pintu besi itu tertutup. Tidak ada yang menjawab ketika mereka memanggil nama praktisi.

Praktisi kemudian memberi tahu keluarganya setelah dia dibebaskan bahwa dia berada di lokasi kedua ketika mereka pergi ke sana. Staf menjadi cemas ketika mereka mendengar keluarganya berada di luar dan tidak membiarkannya membuat suara atau memberi isyarat kepada keluarganya bahwa dia ada di sana.

› 1.1.3(c) Pemberian Obat-obatan yang Tidak Diketahui

Selain penyiksaan dan pemantauan sepanjang waktu, pemberian paksa obat-obatan yang tidak diketahui juga umum terjadi di pusat pencucian otak. Xie Deqing (pria), seorang pensiunan yang sehat, meninggal sekitar 20 hari dalam penahanannya di Pusat Pencucian Otak Xinjin di Kota Chengdu, Provinsi Sichuan. Dia kurus kering, mengompol, dan sangat kesakitan sebelum kematiannya. Kulitnya abu-abu. Gejala-gejala ini konsisten dengan gejala praktisi lain yang diverifikasi telah diberikan obat-obatan yang tidak diketahui. Lebih dari 100 petugas polisi kemudian dikerahkan untuk membawa jenazahnya dari rumah duka pada tengah malam untuk segera dikremasi.

› 1.1.3(d) Sesi Cuci Otak Intensif

Selain kurungan fisik, praktisi juga dipaksa untuk menonton video propaganda yang memfitnah Falun Gong dan menuliskan pemikiran mereka setelahnya. Laporan tertulis mereka sering dianalisis oleh para psikolog, yang kemudian memanfaatkan kelemahan apa pun yang mereka temukan untuk menyusun strategi baru untuk meruntuhkan keyakinan praktisi. Sering kali, rekan kerja dan anggota keluarga dipanggil untuk mencoba memaksa praktisi melepaskan keyakinan mereka.

Di pusat pencucian otak di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, pihak berwenang memasang tiga kamera di setiap ruangan. Potongan kertas dengan kalimat yang memfitnah Falun Gong tercetak di atas meja, kursi, dan lantai. Dengan pengecualian waktu yang diberikan untuk tidur, televisi di ruangan itu hanya menayangkan program yang memfitnah Falun Gong atau program lain yang bertujuan melemahkan tekad praktisi. Pengeras suara bervolume tinggi menyiarkan propaganda yang memfitnah Falun Gong dan pendirinya sepanjang hari.

Para praktisi dilarang melakukan latihan Falun Gong, dan para penjaga juga menetapkan batasan yang ketat, seperti membatasi waktu untuk menyelesaikan makan dan di mana serta bagaimana mereka mencuci piring. Dalam waktu tiga hari setelah dibawa ke Pusat Pencucian Otak Haikou pada 9 Agustus 2018, Dai Juzhen (wanita) berada dalam kondisi kritis dengan tekanan darah tinggi dan gula darah tinggi.

› 1.1.3(e) Penyamaran dan Kebohongan

Ciri khas lain dari pusat pencucian otak adalah menyamarkan diri sebagai “pusat pendidikan hukum” dan terletak di lokasi yang tidak mencolok.

Pejabat menipu anggota keluarga yang tidak mendukung Falun Gong untuk membantu meyakinkan praktisi pergi ke tempat-tempat ini. Hal ini terjadi pada Tang Xiaoyan (wanita) di Kota Guilin, Daerah Otonomi Guangxi. Keluarganya memercayai pejabat Kantor 610 yang mengatakan bahwa pusat itu adalah tempat belajar sukarela yang menyenangkan, tetapi begitu Tang tiba di sana, petugas memukulinya, menyiksanya, menyalakan lampu terang di depan matanya sepanjang hari, serta membatasi tidur dan konsumsi air. Siksaan ini menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa Tang setidaknya dua kali.

§§1.1.4 Kematian di Pusat Pencucian Otak

Penyiksaan fisik dan mental di pusat pencucian otak juga berkontribusi pada kematian praktisi Falun Gong. Di antara 3.653 kematian praktisi Falun Gong yang dikonfirmasi antara 1999 hingga 2014, 746 (20,4%) terkait dengan penyiksaan di pusat pencucian otak dan 367 (10%) kematian terjadi di pusat pencucian otak.

Xu Huizhu (wanita), seorang pensiunan guru di Provinsi Guangdong, ditangkap pada akhir Juli 2016 karena berlatih Falun Gong dan dibawa ke Pusat Pencucian Otak Huangpu. Dia meninggal di bulan Agustus tak lama setelah dibebaskan.

Meskipun kami tidak memiliki data tentang berapa banyak praktisi yang telah ditahan di pusat pencucian otak, kami mencatat korelasi besar yang nyata antara jumlah pusat pencucian otak dan jumlah kematian praktisi di berbagai wilayah. (Lihat bagan di halaman 400)

Meskipun kami tidak dapat menarik kesimpulan pasti tentang bagaimana pusat pencucian otak telah berkontribusi pada kematian praktisi Falun Gong, korelasi nyata setidaknya menegaskan peran pusat pencucian otak dalam penganiayaan terhadap Falun Gong.

§§1.1.5 Contoh di Provinsi Hubei: “Apa yang Saya Katakan adalah Hukum”2

Lu Yougen (pria), praktisi Falun Gong di Provinsi Hubei, menyaksikan sesuatu yang tak akan pernah dia lupakan. Ketika praktisi lain dicekok makan paksa saat dia ditahan, tiga penjaga mencengkeramnya: satu menarik kepalanya ke belakang, satu menahan bahunya, dan yang ketiga dengan keras memukul rahang bawahnya.

“Dengan bunyi keras, rahang bawah praktisi terlepas dan menggantung pada sudut yang aneh. Saat penjaga mencekoknya, praktisi tidak lagi bergerak, seperti sudah mati,” kenang Lu.

Hal ini terjadi pada September 2009 di sebuah pusat pencucian otak di Kota Wuhan, Provinsi Hubei. Disebut “Pusat Pendidikan Hukum Hubei,” setidaknya 1.200 praktisi Falun Gong telah ditahan di sana sejak Februari 2002 di bawah perintah dari Kantor 610 Provinsi Hubei. Karena menolak untuk melepaskan keyakinan mereka, mereka telah mengalami isolasi, penipuan, cuci otak, penghinaan, ancaman, dan siksaan.

Ketika Zhang Sifeng dari Distrik Hanyang ditahan di sana, dia menunjukkan bahwa dia ditahan secara ilegal. Seorang petugas menjawab bahwa dia hanya peduli dengan cuci otak, bukan hukum. "Apa yang saya katakan adalah hukum!" teriak petugas. "Jika kamu tidak percaya, saya bisa mengambil salah satu ginjalmu sekarang!"

› 1.1.5(a) Penahanan dan Penyiksaan Sewenang-wenang

Seperti pusat pencucian otak lainnya, Pusat Pendidikan Hukum Hubei didedikasikan untuk memaksa praktisi melepaskan keyakinan mereka. Fasilitas tersebut telah dipuji berkali-kali oleh Komite Urusan Politik dan Hukum, lembaga pemerintah yang mengawasi penganiayaan terhadap Falun Gong.

Pejabat di Provinsi Hubei dapat menangkap praktisi mana pun di provinsi tersebut dan menahannya di fasilitas ini tanpa prosedur hukum atau dokumentasi apa pun. Ini termasuk praktisi yang baru saja menyelesaikan hukuman penjara. Dalam satu kasus, seorang dokter bedah tengah mengoperasi seorang pasien di rumah sakit ketika dia ditangkap dan dibawa ke fasilitas tersebut.

Dikurung dalam sel di balik jeruji besi, praktisi diawasi selama 24 jam terus-menerus dan menjadi sasaran cuci otak dari jam 7 pagi sampai jam 10 malam atau lebih setiap harinya. Petugas menyita jam tangan mereka sehingga mereka tidak mengetahui waktu dan memblokir sinyal ponsel untuk memutusnya dari dunia luar. Mereka tidak diperbolehkan menulis surat ke rumah atau dikunjungi keluarga. Lampu selalu menyala, bahkan di malam hari.

Cui Hai (wanita), yang dulu bekerja di Wuhan Chemical Import & Export Co., ditahan selama 70 hari di fasilitas tersebut setelah penangkapannya pada Oktober 2012. “Akibat dari penyiksaan, saya sangat kurus, dan beberapa kali, rahang bawah saya hampir lepas.” Rambutnya memutih, dia kehilangan ingatan, seluruh tubuhnya gemetar, dan anggota tubuhnya membengkak. Cui kemudian dijatuhi hukuman lima tahun penjara karena keyakinannya pada Falun Gong.

Cui selamat dari penyiksaan dan pelecehan selama penahanannya, namun kemudian meninggal pada 1 Januari 2018, kurang dari tiga minggu setelah dibebaskan.

› 1.1.5(b) Dipukuli dan Diracun

Zhang Su (pria), pelatih tenis dari Wuhan, berbicara tentang bagaimana dia dianiaya di fasilitas Hubei. “Beberapa petugas berpakaian preman mendekati saya di kios tiket kereta api dekat rumah saya pada Mei 2011. Mereka menyemprotkan sesuatu ke wajah saya sehingga saya tidak bisa bernapas, menjatuhkan saya ke lantai, dan memborgol saya. Tidak ada yang pernah menunjukkan identitas mereka atau menjelaskan mengapa saya ditangkap,” tulisnya.

Kemudian, Zhang dibawa ke Pusat Pendidikan Hukum Hubei. Ketika dia memprotes pencucian otak, penjaga memukulinya, menampari wajahnya, dan mengancam akan menyetrumnya dengan tongkat listrik. Hal tersebut berlangsung selama sekitar dua bulan, dan tekanan darahnya sering mencapai 120/230 mmHg.

Setelah tiga bulan, Zhang memperhatikan bahwa apa yang dia makan membuatnya diare, jantung berdebar, dan sesak di dadanya. Hal itu berlangsung selama tiga bulan, selama waktu itu dia pingsan dua kali. Saat diperiksa, dia didiagnosis mengalami kerusakan jantung, batu empedu, dan gejala lain yang mirip penyakit jantung. Dokter mengatakan dia harus dirawat di rumah sakit, dan Zhang juga memintanya.

Namun para pejabat mengabaikan kekhawatiran dokter dan melanjutkan sesi cuci otak. Jiang Lili, salah satu staf, mengatakan tidak perlu membicarakan “hukum” karena semua cabang sistem peradilan—polisi, kejaksaan, dan pengadilan—bekerja sama dengan Komite Urusan Politik dan Hukum, yang mengawasi Kantor 610.

“Partai bisa menghancurkanmu seperti semut. Kamu bisa dieksekusi besok dan itu akan dianggap bunuh diri. Keluargamu hanya akan mendapatkan sekotak abu,” Jiang menyeringai. “Atau, mereka bisa membawamu ke rumah sakit dan mengambil organmu untuk menyelamatkan orang lain—seperti di Sujiatun. Kamu kemudian akan dikremasi, dan keluargamu mungkin tidak akan mendapatkan abumu. Kamu tidak bisa apa-apa."

› 1.1.5(c) Pusat Pencucian Otak: Pendanaan dan Operasi

Pusat Pendidikan Hukum Hubei, juga disebut sebagai Pusat Pencucian Otak Banqiao, didirikan pada Februari 2002 oleh Kantor 610 Hubei. Daftar tahanan pertama ada di dokumen kantor 2002-No. 6, dikeluarkan oleh direktur saat itu, Huang Zhaolin. Pusat cuci otak itu akhirnya dipindahkan ke lokasinya saat ini di Desa Mahu.

Pendanaan berasal dari anggaran pemerintah pusat dan pemerasan dari penduduk setempat, yaitu pengusaha dan komunitas desa atau lingkungan. Alokasi pemerintah dikatakan tiga juta yuan per tahun, dan pemerasan dari warga setempat mencapai sekitar 20.000 yuan per orang per sesi (sekitar 40 hari). Selain “pengeluaran” dasar ini, agen Kantor 610 juga memeras upah dari warga setempat untuk dua staf “penjaga” yang menemani praktisi selama dicuci otak. Dengan kapasitas sekitar 20 kamar, berarti sekitar tiga juta yuan per tahun, insentif yang menggiurkan bagi pejabat dan petugas terkait.

Seperti disebutkan di atas, meskipun diberi label fasilitas “pendidikan hukum,” pusat-pusat ini terutama berfokus pada pencucian otak karena beberapa alasan. Pertama, "mengubah" seorang praktisi berarti bonus untuk anggota staf. Kedua, pejabat dapat melaporkan “keberhasilan” mereka ke Kantor 610 yang menjadi sponsor - untuk alasan pembenaran bagi kelanjutan atau perluasan pusat tersebut. Ketiga, semakin banyak praktisi yang "diubah" dan memberikan informasi rinci tentang kegiatan mereka, lebih banyak praktisi lainnya dapat ditangkap untuk mempertahankan operasional pusat pencucian otak.

› 1.1.5(d) Lebih Buruk Dari Kamp Konsentrasi

Pusat pencucian otak yang menargetkan praktisi Falun Gong memiliki banyak kesamaan dengan kamp konsentrasi di era Nazi Jerman dan gulag di Uni Soviet pada abad ke-20.

Negara dalam negara. Pusat pencucian otak adalah entitas di luar kerangka hukum di bawah arahan Kantor 610. Pejabat dan petugas tidak terikat oleh hukum, dan tidak ada instansi pemerintah lain yang diizinkan untuk campur tangan.

Kehilangan martabat. Seperti penjara dan kamp kerja paksa, praktisi sering dianiaya secara fisik dan mental. Mereka dicekok makan paksa, diberikan obat-obatan yang tidak mereka kehendaki, dilarang tidur, dilarang menggunakan toilet, dan dipermalukan.

Kerahasiaan. Pusat pencucian otak beroperasi hanya di bawah arahan Kantor 610. Anggota keluarga tidak diizinkan untuk berkunjung, dan bangunan sering kali tidak diberi tanda, terutama setelah sistem kamp kerja paksa dihapus pada 2013.

Fungsionaris. Begitu pejabat berhasil memaksa beberapa praktisi untuk melepaskan keyakinan mereka, mereka memaksa praktisi ini untuk "mengubah" praktisi lain, menggunakan kekerasan, ancaman, atau insentif keuangan.

Tahanan sering dipaksa menyanyikan lagu-lagu  yang memuliakan Partai Komunis. Ketika Lu Songming (pria) dari Kota Huangshi menolak untuk melepas Falun Gong, dia dipaksa untuk berkata, “Pak, saya ingin makan makanan yang disediakan oleh Partai” sebelum diberi ransum makan atau, “Pak, saya ingin menggunakan toilet yang disediakan oleh Partai” sebelum diperbolehkan menggunakan toilet. Ini juga terjadi pada praktisi lain.

› 1.1.5(e) Penyiksaan Tubuh dan Jiwa Secara Sistematis

Zhang Weijie (pria) ditangkap di tempat kerja pada 5 Mei 2011 dan dibawa ke Pusat Pendidikan Hukum Hubei. Seorang penjaga, Deng Qun, memberi tahu dia jadwal pusat pencucian otak: Berdiri tanpa bergerak untuk waktu yang lama, dipukuli, dilarang makan, dicekok makan paksa, dilarang tidur, digantung, diracun, dan disetrum dengan tongkat listrik. Makan paksa saja dilakukan dua kali sehari, di mana penjaga berulang kali memasukkan dan menarik keluar selang makanan untuk meningkatkan rasa sakit. Praktisi diberi makan dua ember sekaligus, dua kali lebih banyak dari yang bisa ditampung perut. “Saat cairan makanan keluar dan tumpah ke lantai, penjaga Hu Gaowei mengepelnya dengan koran dan mengoleskannya ke seluruh wajah dan kepala saya sambil memukuli saya. Pada saat itu, semua orang di sana menertawakan pertunjukan itu,” kenang Zhang.

Ketika masa kamp kerja paksa Wang Yujie (wanita) berakhir pada 11 Maret 2011, Kantor 610 Xiantao membawanya ke Pusat Pendidikan Hukum Hubei. Dalam waktu dua bulan, korban mengalami gangguan mental. Dia meninggal beberapa bulan kemudian pada 3 September, hanya berusia 24 tahun.

(Bersambung)