Oleh Grup Minghui
Pertama kali dipublikasikan di tahun 2019
Hak Cipta © 2019 Minghui.org & Minghui Publishing Center Corporation
(Bagian 3)
(Lanjutan dari Bagian 2)
§1.2 Kamp Kerja Paksa
“Pendidikan ulang melalui kerja (paksa)” dimulai pada 1957 sebagai bentuk hukuman bagi mereka yang dicap sebagai ‘kaum kontrarevolusioner’. Hal itu kemudian diperluas untuk menahan orang-orang yang dituduh melakukan pidana kecil, pembangkang politik, dan yang mengajukan petisi. (“pemohon” di Tiongkok adalah warga negara yang mendatangi Kantor Negara Urusan Pengaduan untuk memprotes kebijakan yang tidak adil dan/atau tidak populer.) Ketika penganiayaan terhadap Falun Gong dimulai pada 1999, pendidikan ulang melalui kerja paksa menjadi bentuk hukuman yang digunakan secara luas bagi para praktisi.
Sistem kerja paksa adalah hukuman administratif yang dilakukan oleh polisi, bukan sistem pengadilan. Masa kerja paksa biasanya berkisar antara satu sampai tiga tahun, dengan kemungkinan perpanjangan satu tahun. Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional menghapuskan ‘pendidikan ulang melalui kerja’ pada 28 Desember 2013. Namun, banyak praktisi Falun Gong yang dibebaskan dari kamp kerja paksa langsung dibawa ke pusat pencucian otak atau dijatuhi hukuman penjara. Selain penyiksaan dan penganiayaan lainnya, kerja paksa adalah taktik utama yang digunakan untuk melemahkan mental praktisi Falun Gong, sementara pihak berwenang mendapat keuntungan finansial dari sistem tersebut.
§§1.2.1 Kerja Paksa Melanggar Hukum Tiongkok dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
Kerja paksa di kamp kerja paksa, pusat penahanan, dan penjara Tiongkok melanggar Konstitusi Tiongkok dan Undang-undang Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di bawah ini:
- Pasal 17, 35, 42, 43, 44 Konstitusi RRT,
- UU RRT tentang Keselamatan Kerja-2002
- UU RRT tentang Pencegahan dan Penyembuhan Penyakit akibat Pekerjaan-2001
- UU RRT tentang Serikat Buruh-1992, amandemen 2001 UU Ketenagakerjaan RRT-1994
- Peraturan tentang Perlindungan Tenaga Kerja di Tempat Kerja Di Mana Bahan Beracun Digunakan-2002
- Peraturan tentang Upah Minimum Perusahaan-1994
- Regulasi RRT yang Mengatur Penyelesaian Perselisihan Perburuhan di Perusahaan-1993
- Konstitusi Serikat Pekerja Republik Rakyat Tiongkok-1998
Secara singkat, kami hanya mencantumkan kutipan Pasal 42 dan 43 dari Konstitusi Tiongkok:
Pasal 42 Warga negara Republik Rakyat Tiongkok memiliki hak sekaligus kewajiban untuk bekerja. Menggunakan berbagai saluran, negara menciptakan kondisi untuk bekerja, memperkuat perlindungan terhadap tenaga kerja, meningkatkan kondisi kerja dan, dengan perluasan produksi, meningkatkan remunerasi (imbalan) untuk kepentingan pekerjaan dan sosial. Bekerja adalah tugas mulia setiap warga negara yang berbadan sehat. Semua orang yang bekerja di perusahaan negara dan di kolektif ekonomi perkotaan maupun pedesaan harus melakukan tugas mereka dengan sikap yang sesuai dengan status mereka sebagai tuan rumah negara. Negara mempromosikan persaingan buruh sosialis, dan memberi penghargaan kepada pekerja teladan dan pekerja berketerampilan tinggi. Negara mendorong warga untuk mengambil bagian dalam pekerjaan sukarela. Negara menyediakan pelatihan kejuruan yang diperlukan bagi warga negara sebelum mereka dipekerjakan.
Pasal 43 Pekerja di Republik Rakyat Tiongkok memiliki hak untuk beristirahat. Negara memperluas fasilitas untuk istirahat dan pemulihan pekerja, serta mengatur jam kerja dan liburan untuk pekerja dan staf.
Selanjutnya, Pasal 4 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan, “Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan; perbudakan dan perdagangan budak dalam bentuk apa pun harus dilarang.”
Sistem kerja paksa tidak hanya melanggar hak asasi dasar para tahanan, tetapi juga mendorong sistem penjara dan kamp kerja paksa untuk menganiaya para tahanan karena keuntungan besar dari produk yang dihasilkan dari kerja paksa. Selain itu, mengacaukan stabilitas pasar tenaga kerja dan perdagangan internasional ketika produk-produk murah ini dilempar ke pasar internasional.
§§1.2.2 Sumpit “Steril” Mengungkap Kondisi di Dalam Kamp Kerja Paksa3
Di restoran pinggir jalan kecil di Tiongkok, sumpit sekali pakai yang banyak digunakan - disebut sebagai sumpit “steril.” Sumpit ini juga sering terlihat di restoran Tiongkok di luar negeri. Sumpit steril ini ditempatkan bersama dalam wadah atau dikemas secara terpisah dan diberi label “Disterilisasi untuk Keselamatan Anda!”
Menurut sebuah survei di Tiongkok, lebih dari 80% sumpit ini tidak pernah disterilkan. Persaingan pasar yang ketat tidak memungkinkan untuk menutupi semua biaya, sehingga beberapa pelaku usaha telah mengabaikan proses sterilisasi. Yang lain memutihkan sumpit menggunakan asap dari pembakaran belerang, meskipun mereka tahu itu bisa membuat sumpit menjadi beracun. Untuk meminimalkan biaya dan meningkatkan keuntungan, beberapa pekerjaan manufaktur disubkontrakkan ke penjara dan kamp kerja paksa, di mana tidak ada pengawasan terhadap kondisi sanitasi.
› 1.2.2(a) Produksi Sumpit “Steril” di Biro Pendidikan Tenaga Kerja Kota Beijing
Ada bukti bahwa ‘Departemen Penugasan Biro Pendidikan Tenaga Kerja Kota Beijing’, nama samaran sebuah kamp kerja paksa yang terletak di Kabupaten Daxing, Beijing, memaksa para tahanan bekerja berjam-jam untuk membuat sumpit “steril” dari pukul 6 pagi hingga 9 malam; terkadang pekerjaan berlanjut sampai melewati tengah malam.
Dengan puluhan tahanan yang berdesakan dalam satu ruangan kecil, sumpit yang akan dikemas - ditumpuk begitu saja di lantai dan kerap diinjak-injak oleh tahanan. Tugas para tahanan adalah memasukkan sumpit ke dalam kertas pembungkus yang diberi label ‘Departemen Kebersihan dan Pencegahan Epidemi’, meskipun kondisi sanitasi para tahanan sendiri sangat memprihatinkan. Banyak tahanan yang mengidap penyakit kulit, merebak wabah kudis, dan ada pula yang menjadi pecandu narkoba atau pernah didiagnosis mengidap penyakit menular seksual. Penghasilan yang diperoleh dari kontrak kerja paksa masuk ke kantong para penjaga di kamp kerja paksa.
Praktisi Falun Gong Yu Ming, mantan kepala pabrik pakaian di Kota Liaoyang, Provinsi Liaoning, menulis:4
Di Kamp Kerja Paksa Tuanhe di Distrik Daxing, Beijing, Departemen Penugasan memaksa semua orang bekerja dari pagi hingga tengah malam untuk menghasilkan uang bagi para penjaga. Sebagian besar pekerjaan adalah mengemas ‘Sumpit Steril' atau 'Sumpit Praktis' sekali pakai dalam bungkusan kertas. Sumpit ini kemudian dianggap memenuhi 'Standar Kualitas Sanitasi' dan dijual ke restoran kecil pinggir jalan. Keuntungan untuk satu kotak sumpit adalah sekitar 6 yuan. Setiap tahanan menyelesaikan sekitar 3 kotak per hari, dan ada sekitar 160 tahanandi setiap unit. Anda dapat bayangkan berapa banyak uang yang dapat dihasilkan satu unit untuk para penjaga itu setiap harinya.
'Lokasi kerja' di mes para tahanan. Di tempat yang sangat padat, sumpitnya berserakan di lantai. Terkadang sumpit ditaruh di toilet terbuka. Mereka mengambil sumpit itu dan langsung memasukkannya ke dalam bungkusan kertas. Para penjaga mengawasi para tahanan dengan cermat dalam hal jumlahnya, tetapi tahanan tidak pernah diharuskan untuk mencuci tangan mereka.
Mayoritas tahanan adalah pecandu narkoba atau pelacur, namun tidak ada pemeriksaan medis formal, mengabaikan apakah tahanan itu mempunyai penyakit hepatitis atau penyakit menular seksual. Setiap narapidana yang masih bernapas dipaksa bekerja. Bahkan mereka yang menderita kudis di sekujur tubuhnya dipaksa bekerja, dan mereka memegang sumpit dengan tangan yang terinfeksi kudis.
Siapa pun yang terlambat dari jadwal atau tidak memenuhi kuota akan dipukuli oleh sipir dan narapidana lain, dipaksa berdiri di luar untuk waktu yang lama, atau dilarang tidur. Setiap unit dan setiap sel dipenuhi kutu, dan para tahanan tidak diizinkan mandi dalam waktu lama. Penjaga berpatroli dengan tongkat listrik dan borgol. Banyak tahanan tidak pernah berani mengangkat kepala menatap langit setelah berbulan-bulan berada di sini.
Gong Chengxi (pria) adalah seorang senior di perguruan tinggi jurusan administrasi dan manajemen di Kampus Changping Universitas Politik dan Hukum Beijing. Pernah menjadi ketua himpunan mahasiswa dan ketua kelas, ia dianggap sebagai siswa yang jujur dan baik hati dengan integritas akademik yang sangat baik. Karena penganiayaan terhadap Falun Gong, ia dikeluarkan dari universitas dan dijebloskan ke kamp kerja paksa ketika ia tidak mau melepaskan keyakinannya.5 Di bawah ini adalah kesaksian Gong:
Untuk memaksimalkan keuntungan dari pekerjaan tahanan, Departemen Penugasan bertindak gila-gilaan. Kuota untuk setiap orang per hari adalah 7.500 hingga lebih dari 10.000 pasang sumpit. Meskipun bekerja dari jam 6 pagi hingga tengah malam, tidak mungkin memenuhi kuota. Selain sakit punggung yang tak tertahankan, kami juga harus menanggung pelecehan verbal dan pemukulan dari para penjaga dan asisten mereka. Selama sebulan saya di Departemen Penugasan, setiap hari seperti itu. Beberapa praktisi Falun Gong lansia, Dao Wanhui, Yang Juhai, Li Xieliang, Chen Jingjian dan Jia Lin, bekerja secepat mungkin tetapi masih tidak dapat mencapai kuota, sehingga kepala unit memerintahkan mereka untuk duduk di lantai semen di luar untuk bekerja selama beberapa jam dalam cuaca dingin. Jika masih gagal memenuhi kuota, mereka hanya diperbolehkan tidur 3 sampai 4 jam sehari
› 1.2.2(b) Sumpit “Steril” dan Tusukan Sate Dibuat di Kamp Kerja Paksa Shuangkou Kota Tianjin
Dalam sebuah surat kepada Minghui.org, seorang praktisi Falun Gong yang pernah ditahan di Kamp Kerja Paksa Shuangkou Kota Tianjin menulis:
Karena kondisi kehidupan yang mengerikan di kamp kerja paksa, 90 persen tahanan menderita kudis. Saat itu, kaki, dada, dan tangan saya semuanya terinfeksi. Namun, kami dipaksa untuk terus bekerja.
› 1.2.2(c) Satu-satunya Standar Sanitasi untuk Sumpit yang Dibuat di Kamp Kerja Paksa Dalian: Tidak Boleh Ada Rambut dalam Kemasan
Kamp Kerja Paksa Dalian di Kota Dalian, Provinsi Liaoning, juga melakukan pekerjaan yang sama dan mengekspor sumpit ke Jepang. Dikatakan bahwa satu-satunya standar sanitasi adalah tidak boleh ada rambut di dalam kemasan!
Selain sumpit, Kamp Kerja Paksa Dalian memproduksi barang-barang murah lainnya, termasuk produk bordir, bunga kering, topi rajutan tangan, casing ponsel, simpul rumput laut, bunga plastik, tongkat es loli, sedotan kopi, mantel wol buatan tangan, dan kancing. Kamp Kerja Paksa Shibalihe di Kota Xuchang, Provinsi Henan, membuat wig, permadani, vas bunga, dan bordir. Narapidana dipaksa bekerja berjam-jam setiap harinya. Mereka yang gagal memenuhi kuota akan disiksa.
§§1.2.3 Penganiayaan Lainnya di Kamp Kerja6
› 1.2.3(a) Kamp Kerja No.3 Provinsi Henan Khusus Membuat Produk Rambut
Kamp Kerja No.3 Provinsi Henan, juga dikenal sebagai Kamp Kerja Kota Xuchang, adalah tempat sebagian besar produk rambut Tiongkok diproduksi. Ketika kamp kerja paksa kekurangan dana dan akan ditutup, banyak praktisi Falun Gong diculik dan dipaksa membuat produk rambut, yang menghidupkan kembali bisnis kamp kerja paksa. Qu Shuangcai, pimpinan Kamp Kerja No.3, secara aktif menganiaya praktisi Falun Gong dan didukung oleh atasannya. Pada bulan Mei 2003, ia dipindahkan untuk memimpin Kamp Kerja Wanita Shibalihe di Kota Zhengzhou. Ia langsung menandatangani kontrak dengan Henan Rebecca Hair Products, Inc. yang terletak 193 km jauhnya dari kamp kerja paksa di Kota Xuchang. Qu juga memulai penggunaan ‘jaket ketat’ untuk menyiksa praktisi. Dalam beberapa bulan setelah kedatangannya di sana, tiga praktisi Falun Gong disiksa hingga meninggal.
› 1.2.3(b) Kebersihan yang Buruk di Kamp Kerja Paksa Jianxin di Tianjin
Kamp Kerja Paksa Jianxin di Tianjin diperluas secara khusus untuk menjalankan penganiayaan terhadap praktisi Falun Gong. Beberapa ratus orang ditahan di sana setelah Divisi Keenam untuk tahanan wanita didirikan. Sebagian besar praktisi yang ditahan - berusia di atas 50 tahun, dan yang paling tua berusia 73 tahun.
Kamp kerja paksa memaksa praktisi untuk bekerja selama 17-18 jam setiap hari. Jika tidak dapat menyelesaikan kuota yang diberikan, mereka tidak diizinkan untuk tidur; beberapa dari mereka bahkan harus bekerja sepanjang malam tanpa tidur selama beberapa hari, atau paling banyak hanya diperbolehkan tidur satu atau dua jam sehari.
Banyak praktisi, terutama yang lebih tua, mulai berlatih Falun Gong untuk menyembuhkan penyakit mereka dan meningkatkan kesehatan mereka. Di kamp kerja paksa, mereka dilarang mempelajari buku-buku Falun Gong dan berlatih. Selain pekerjaan yang berkepanjangan dan melelahkan, mereka mengalami tekanan mental dan fisik yang tak tertahankan, menyebabkan beberapa orang mengalami masalah kesehatan serius.
Otoritas kamp juga memaksa praktisi Falun Gong yang terinfeksi kudis dan tangannya mengeluarkan nanah, mengolah produk makanan. Beberapa narapidana dan PSK yang tubuhnya mengeluarkan nanah dan mengidap penyakit menular seksual diperintahkan untuk memetik biji bunga matahari, mengemas cokelat dan permen, serta melipat nampan makanan penutup dan nampan kue bulan. Mereka melakukan semua pekerjaan ini di tempat tidur mereka, pelanggaran serius terhadap regulasi kebersihan makanan. Mereka bahkan memerintahkan narapidana yang berpenyakit menular untuk mengemas makanan yang berisi mainan anak-anak.
› 1.2.3(c) Bahan Beracun di Kamp Kerja Paksa Jiamusi di Provinsi Heilongjiang
Untuk memperkaya diri sendiri, para penjaga di Kamp Kerja Paksa Jiamusi di Provinsi Heilongjiang menerima proyek produksi ilegal dan memaksa tahanan untuk melakukan pekerjaan itu. Mereka menggunakan karet berkualitas rendah dengan tingkat toksisitas yang melebihi standar industri untuk membuat casing/pelindung ponsel. Sangat membahayakan kesehatan para tahanan yang menangani bahan-bahan ini. Akibat dari kerja berat dan bahan beracun, praktisi Falun Gong sangat menderita dan tidak mampu bekerja setelah beberapa waktu. Praktisi yang menolak melakukan pekerjaan, dipukuli dengan kejam.
Praktisi juga dikenakan kerja paksa dengan menggunakan bahan karsinogenik lainnya (yang dapat memicu pertumbuhan sel kanker). Mulai tanggal 8 Maret 2003, semua tahanan di Brigade No.9 Kamp Kerja Paksa Jiamusi, yang berjumlah lebih dari 80 orang, dipaksa membuat casing/pelindung ponsel. Pabrik menyediakan bahan mentah dan kamp kerja menyediakan tenaga kerja tanpa upah. Produksi tahunan yang direncanakan bernilai tiga juta yuan, bebas pajak, dan kedua belah pihak memperoleh keuntungan luar biasa dari kesepakatan ini.
Karetnya berkualitas rendah dan mengeluarkan gas yang perih, mengakibatkan sensasi tersedak. Para penjaga yang bertugas tidak tahan dengan bau itu dan meminta biro pengawasan teknis untuk mengirim orang-orang mereka untuk menyelidiki. Tes laboratorium mengungkapkan bahwa tingkat racun dalam bahan baku yang digunakan jauh melampaui standar industri dan dapat menyebabkan kanker. Oleh karena itu, para penjaga mengenakan masker wajah besar dan tidak pernah memasuki area produksi saat para praktisi sedang bekerja. Setelah dijual, casing/pelindung ponsel ini juga membahayakan konsumen.
Pada bulan Juli 2002, pihak otoritas yang bertanggung jawab atas Brigade No.7 memaksa praktisi Falun Gong membuat kotak kertas untuk kue bulan menggunakan lem beracun dan berbau busuk. Banyak praktisi menjadi sakit dengan mata meradang dan bengkak.
› 1.2.3(d) Tempat Tidur Bermerek yang Diproduksi di Kamp Kerja Paksa Wanita No.1 di Provinsi Shandong
Kamp Kerja Paksa Wanita No.1 di Provinsi Shandong bekerja sama dengan beberapa pabrik untuk memaksa praktisi Falun Gong membuat produk tempat tidur, memproses kemasan semen plastik, dan menempelkan label merek pada selimut.
Praktisi Falun Gong yang ditahan di divisi lima dari kamp kerja paksa adalah yang paling menderita. Lokasi kerja mereka terletak di ruang bawah tanah dapur kamp, di mana pipa saluran pembuangan mengalir. Ruangan itu rendah dan gelap, dan air berbau busuk dari pipa terus-menerus bocor ke dalam ruangan. Ada belasan mesin jahit, baik listrik maupun manual, serta delapan meja kerja sepanjang 3 meter di dalam ruangan. Pintu keluar ke ruang bawah tanah itu diblokir untuk difungsikan sebagai kamar kecil, yang hanya menyediakan sebuah pispot. Karena tidak ada dinding yang memisahkan kamar kecil dari lokasi kerja, bau busuk sangat menyengat. Ketika praktisi bekerja di ruang bawah tanah, suara mesin jahit dan mesin di dapur di atas memekakkan telinga.
Praktisi Falun Gong wanita dipaksa bekerja di ruang bawah tanah ini selama 12 hingga 15 jam setiap hari dan tidak mendapat sinar matahari dan udara segar, selain itu, harus menahan kebisingan lebih dari 200 desibel. Kesehatan mereka menurun drastis, dan praktisi jatuh sakit - menderita pilek, sakit kepala, sakit perut, masalah pencernaan, dan gangguan pendengaran. Mereka sering meminta izin kepada penjaga untuk beristirahat selama sepuluh menit pada siang atau malam hari, tetapi penjaga Niu Xuelian dan Zhao Jie menolak untuk mengizinkan mereka beristirahat.
Para penjaga juga memperpanjang waktu kerja praktisi. Jika kuota produksi harian tidak terpenuhi, para penjaga memaki praktisi, mengurangi poin, dan memperpanjang masa hukuman mereka. Penjaga Zhao Jie menegaskan, “Pemerintah tidak dapat memberi kalian makan dengan cuma-cuma! Jika kalian tidak melakukan pekerjaan dengan baik, kalian akan dihukum dengan cara lain! Kami memiliki banyak cara untuk menangani kalian!”
› 1.2.3(e) Kuota yang Tidak Mungkin Tercapai di Kamp Kerja Paksa Wanita Heizuizi di Provinsi Jilin7
Pemberian pekerjaan yang terlalu berat kepada praktisi adalah taktik yang digunakan oleh otoritas kamp kerja paksa untuk menghancurkan mereka secara fisik dan mental. Ini adalah kasus di Kamp Kerja Paksa Wanita Heizuizi di Changchun, Provinsi Jilin: Setiap orang diharuskan menyelesaikan 500 masker per hari padahal maksimal hanya mungkin mengerjakan sekitar 300 masker. Setiap orang yang mengolah produk kerajinan tangan atau pernik kecil pakaian diharuskan menyelesaikan antara 100 hingga 150 pis per hari. Itu tidak mungkin bisa diselesaikan. Setiap praktisi yang tidak memenuhi kuota akan dihukum dan dipukuli.
Selain menahan stres yang ekstrem dan harus bekerja fisik sangat berat, praktisi tidak diizinkan berlatih Falun Gong. Banyak dari mereka mengalami masalah kesehatan, seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, batuk darah, dan masalah paru-paru. Bahkan ketika mereka tidak bisa bangun, para penjaga masih memaksa mereka untuk bekerja.
§§1.2.4 Setelah Kamp Kerja Ditutup, Tahanan Dipindahkan ke Fasilitas yang Lebih Tersembunyi8
Setelah kekejaman di kamp “pendidikan ulang melalui kerja (paksa)” terungkap selama bertahun-tahun dan menarik perhatian dunia, Tiongkok mengumumkan penghapusan sistem kamp kerja paksa pada 2013.
Seperti telah dibahas sebelumnya, pengganti kamp kerja paksa yang berusia puluhan tahun adalah pusat pencucian otak yang lebih tersembunyi (diberi label sebagai “pusat pendidikan hukum” atau “pusat rehabilitasi”), yang berada di luar kerangka hukum Tiongkok. Penjara hitam ini lebih sulit dipantau dan memiliki kemampuan penyangkalan yang lebih besar. Belajar dari pengalaman kamp kerja paksa, rezim Tiongkok telah mengadopsi kebijakan untuk tidak membiarkan penjara hitam tertentu menjadi sangat terkenal, agar tidak menjadi subyek sorotan internasional. Ketika fasilitas seperti itu menjadi terlalu terkenal, fasilitas itu akan menghilang, dan akan muncul kembali di tempat lain untuk melanjutkan perannya dalam menjalankan penganiayaan terhadap Falun Gong. Penjara hitam ini, baik yang baru maupun lama, memiliki staf dari kamp kerja paksa yang sekarang telah ditutup.9
Pada Maret 2014, empat pengacara hak asasi manusia dipukuli dan disiksa oleh polisi karena mencoba membebaskan praktisi Falun Gong yang ditahan di penjara hitam di Provinsi Heilongjiang. Insiden itu menjadi sorotan dunia internasional kepada sistem pencucian otak rezim Tiongkok. “Pusat Pendidikan Hukum Pertanian Jiansanjiang”10 yang terlibat dalam insiden pemukulan pengacara pada bulan Maret ditutup pada 28 April. Namun, praktisi Falun Gong yang ditahan di sana tetap ditahan tanpa proses hukum.11
Selain itu, personel yang bertanggung jawab atas pusat pencucian otak Jiansanjiang mendirikan fasilitas baru di Qiqihar, kota lain di provinsi yang sama. Faktanya, dua pejabat yang mengelola pusat pencucian otak Qiqihar yang baru - sebelumnya menjabat sebagai kepala divisi dan wakil pimpinan di kamp kerja yang sekarang telah ditutup.12 Fasilitas baru secara resmi bernama “Pusat Rehabilitasi Narkoba Qiqihar,” sekarang telah menggantikan Jiansanjiang sebagai pusat pencucian otak tingkat provinsi di Heilongjiang.13
Pusat-pusat pencucian otak sementara juga telah muncul di lokasi yang lebih rahasia. Di Provinsi Jilin, Kantor 610 Kota Meihekou mendirikan pusat pencucian otak di Sekolah Menengah Shuangxing,14 di mana sekitar sepuluh praktisi ditahan pada tanggal 1 Juli 2014. Laporan Juni 2014 menggambarkan pusat pencucian otak yang diadakan di sebuah hotel di Provinsi Jiangsu.15
Di Distrik Jiangjin, Chongqing, beberapa pusat pencucian otak telah didirikan di rumah-rumah sewaan, termasuk satu yang terletak di lantai dasar sebuah bangunan di Kompleks Kondominium Jindudingyuan sejak 2010.16 Seperti pusat pencucian otak pada umumnya, setiap kamar (sel) menampung satu praktisi dan dua “pengawas” yang bertanggung jawab untuk mengawasi praktisi sepanjang waktu. Pengawas ini biasanya adalah praktisi yang “telah diubah” yang diatur untuk bekerja sama dengan penjaga untuk mengubah praktisi lain. Selain penyiksaan fisik dan psikologis di pusat-pusat pencucian otak, laporan rutin menduga keras adanya penyuntikan paksa obat-obatan psikiatri yang merusak saraf, cekok makan paksa menggunakan makanan yang sudah diberi obat, dan bahkan terlibat dalam pengambilan organ tubuh dari tahanan yang masih hidup. Kasus-kasus penyiksaan dan eksperimen psikiatri ini telah dikuatkan oleh Laporan Tahunan 2014 yang diterbitkan oleh Komisi Kebebasan Beragama Internasional Amerika Serikat.17
Selama esensi kebijakan penindasan rezim tidak berubah, tidak ada kata-kata pemanis dan janji-janji kosong yang dapat menutupi kekejaman yang terus terjadi.
(Bersambung)
Seluruh konten dilindungi oleh hak cipta © 2024 Minghui.org
Kategori: Buku-buku Minghui